Monday, December 29, 2008

Sayap-Sayap Emas Keikhlasan

Kebetulan-kebetulan misterius, demikian salah satu kesimpulan menarik dari James Redfield penulis buku The Celestine Prophecy yang terkenal itu. Sebagai orang yang secara intelektual lahir dan besar di sekolah-sekolah formal, awalnya saya tidak terlalu percaya dengan kesimpulan di atas. Dalam rasionalitas sekolah umumnya, kebetulan adalah perkecualian-perkecualian yang tidak layak untuk diperhatikan. Akan tetapi, begitu mengalami sendiri serangkaian hidup yang ditata rapi oleh kebetulan-kebetulan misterius, belakangan saya mulai memperhatikannya. Awalnya memang tidak masuk akal, namun begitu dicermati dan diselami, sejumlah kebetulan membawa pesan-pesan tersembunyi.

Bagi sahabat-sahabat yang masih dipenjara oleh pikiran, mungkin mengalami kesulitan untuk menyelami hal ini. Sebagian malah meletakkan keyakinan akan kebetulan-kebetulan ini sebagai jenis lain dari kebodohan dan ketidaktahuan. Dan saya tidak sedang berseberangan pandangan dengan mereka. Hanya berbagi pengalaman, bagaimana kebetulan-kebetulan misterius telah mengatakan sejumlah pesan-pesan penting dalam hidup saya.
Ada sejumlah kebetulan ‘besar’ yang pernah terjadi dalam hidup saya. Pertama, lahir dalam lingkungan keluarga petani di desa, yang setiap harinya tidak ada hari tanpa suara-suara orang tidak menyanyikan kidung (nyanyian-nyanyian daerah Bali yang sarat dengan pesan-pesan kearifan). Almarhum Bapak saya bahkan mengisi hampir semua waktu luangnya, menyanyikan kearifan-kearifan lama tadi. Sehingga kendati awalnya bersekolah di fakultas ekonomi yang kapitalis, berlanjut ke sekolah MBA yang lebih kapitalis lagi, bekerja di lingkungan perusahaan yang tidak kalah kapitalisnya, tetapi tetap saja ada penolakan yang keras dari dalam diri. Seolah-olah tubuh dan jiwa ini sering kali berbisik, dunia seperti itu bukan untuk Anda.
Kebetulan kedua, memiliki sejumlah kakak yang berani sekali merantau, dan memiliki hobi berat untuk mengajari orang lain secara gratis. Dan saya adalah salah satu orang yang memperoleh ajaran-ajaran gratis tadi. Entah itu membaca koran harus membaca tajuknya, mendengar nama Dale Carnegie dengan seluruh kehebatan pendekatan manusiawinya, akar pengetahuan adalah filsafat, sampai dengan membaca otobiografi orang-orang besar. Maka jadilah saya seorang anak manusia yang pernah merantau dalam jarak lima belas jam penerbangan, belajar pengetahuan tanpa batas-batas disiplin ilmu, dan yang paling penting menjadi guru dari banyak orang tanpa cita-cita demikian di masa kecil.
Kebetulan ketiga, ketika masih duduk di bangku SMU, ada sebuah tulisan yang menggugah saya. Ditulis di situ, kalau yang menyelamatkan hidup manusia dalam kehidupan adalah ketrampilan, bukan pengetahuan. Saat itu juga, segera saya mengembangkan ketrampilan menulis yang sampai sekarang masih saya tekuni. Tidak membuat saya jadi kaya raya, tetapi kerap kali diselamatkan oleh ketrampilan terakhir. Beasiswa belajar di Inggris dan Prancis, reputasi saya sebagai pembicara publik maupun konsultan, sangat banyak diselamatkan oleh ketrampilan menulis.
Kebetulan keempat, sekitar setahun sebelum Ibu saya tercinta meninggal, tiba-tiba saja ada sahabat yang memberi saya buku berjudul The Journey of Souls, dan The Undiscovered Country, yang keduanya bertutur apik tentang dunia setelah kematian. Dan keduanya juga memberikan saya pemahaman yang lebih dalam tentang kematian, yang memungkinkan saya mendoakan Ibu dengan kualitas yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Sebenarnya masih ada banyak kebetulan-kebetulan lain yang terlalu banyak untuk diceritakan di sini. Yang jelas, hidup ini memang sering menghadirkan kebetulan-kebetulan misterius. Dan belakangan, baru bisa dikenali apa makna yang ada di balik kebetulan-kebetulan tadi. Serta mungkin ada benarnya, kalau ada yang berpendapat, bahwa Tuhan hadir dalam kehidupan kita secara anonim. Karena anonim inilah, maka sejumlah orang memberikannya judul ‘kebetulan’.
Apapun nama dan judul yang diberikan kepadanya, ada modal penting yang bisa membuat kebetulan-kebetulan tadi bisa membawa kita terbang tinggi-tinggi, ia bernama keikhlasan. Ibarat pesawat yang mau terbang, tanpa keikhlasan terakhir, pesawat penuh dengan muatan-muatan berat (sebagian besar tidak perlu) yang membuatnya tidak bisa lepas landas. Sebutlah niat banyak orang untuk ‘berdagang’ dengan Tuhan. Ia hanyalah rangkaian kekuatan yang membuat badan dan jiwa ini jadi berat dan berjalan di tempat.
Keikhlasan, sekali lagi, itulah kekuatan yang membuat energi-energi kosmis yang hadir dibalik kebetulan-kebetulan misterius akan hadir dalam frekuensi yang lebih sering. Entah belajar dari bacaan, atau dari pengalaman orang lain, sudah lama saya mendidik diri untuk meningkatkan keikhlasan di banyak segi kehidupan. Dalam doa, meditasi, bekerja, berkawan dengan orang, membesarkan dan mendidik putera-puteri di rumah, menulis, dipuji atau dimaki orang, senantiasa diusahakan agar dibungkus oleh energi-energi keikhlasan.
Jangan tanya saya hasilnya, karena ini hanya akan mengurangi kualitas keikhlasan saya sendiri. Namun, di dalam sini, tumbuh semacam sayap-sayap emas, kemudian membesar setiap hari. Entahlah, akan dibawa kemana saya nantinya oleh sayap-sayap terakhir.

Oleh : Gede Prama

0 comments: